lusylegilia

I CAN DO IT

Selasa, 20 Oktober 2015

Studi Kasus Tentang Komunikasi

Teori Organisasi Umum 2



Nama  : Lusy Legiliawati
NPM    : 16114177





UNIVERSITAS GUNADARMA
2015/2016



Setahun Jokowi-JK, Gaya Komunikasi Jokowi Dinilai Buruk
SENIN, 19 OKTOBER 2015 | 07:05 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Jelang satu tahun usia pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, sejumlah kalangan mulai mengevaluasi kinerja dan pencapaian yang dilakukan oleh keduanya. Peneliti politik dari Universitas Paramadina yang juga pengurus Kelomok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia, Hendri Satrio, mengatakan ada beberapa hal yang harus dibenahi oleh Jokowi dalam memimpin negara ini.

Salah satu yang paling disoroti adalah soal gaya komunikasi Jokowi dalam menyampaikan sebuah kebijakan atau pun keputusan kepada rakyat. "Jokowi masih belum memiliki kejelasan dalam berkomunikasi dengan masyarakat. Terutama dalam mengambil kebijakan-kebijakan strategis," kata Hendri, di Cikini, Jakarta Pusat, Ahad, 18 Oktober 2015.

Gaya komunikasi ini, kata dia, sangat berpengaruh kepada tingkat kepuasan masyarakat. Hendri mencontohkan misalnya pada saat pembahasan revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Pada Juni lalu, Jokowi menolak usulan Dewan Perwakilan Rakyat untuk merevsi undang-undang komisi antirasuah itu. Namun penolakan itu tidak disertai dengan surat atau pun ketetapan presiden yang mencabut pembahasan revisi UU KPK.

Hingga akhirnya pada awal Oktober kemarin, DPR kembali mengusulkan revisi UU KPK itu dalam rapat Badan Legislasi. "Jadi ini kan menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat, sebenarnya Jokowi menolak atau tidak lantaran tidak ada surat pencabutannya," ujar dia. "Lalu baru kemarin muncul lagi. Nah hal-hal yang seperti ini. Komunikasi yang seperti ini yang kadang masyarakat melihat Jokowi kurang baik."

Beberapa contoh lainnya misalnya pada saat terbiitnya Peraturan Presiden Nomor 39 tahun 2015 tentang tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan. Pada saat peraturan itu terbit, belum ada sosialisasi dengan masyarakat. Namun, sudah muncul di situs Sekretariat Kabinet.

"Jadi memuluskan kebijakan yang tanpa adanya sosialisasi ke masyarakat tapi di situs Setkab sudah muncul," kata dia. "Sehingga ini yang sering menjadi polemik. Semacam ada tumpang tindih atau misskomunikasi dari Presiden ke para menterinya." Hendri juga menilai Jokowi selalu menarik ulur kebijakan atas respons dan kegaduhan masyarakat.

Deputi Bidang Komunikasi Politik Kantor Staf Presiden Eko Sulistyo membenarkan memang pada awal pemerintahan Jokowi-Kalla, banyak terjadi miss komunikasi di antara presiden dan para pembantunnya. Menurut dia, kesalahan komunikasi itu lantaran masa transisi awal pemerintahan baru. 

"Kalau dilihat konsolidasi presiden dan menterinya di kabinet memang belum solid," kata Eko. "Tapi Presiden berusaha membuat solid yaitu salah satunya dengan cara reshuffle kabinet." 

Eko mengatakan cara membuat gaya komunikasi Jokowi dengan masyarakat menjadi lebih baik adalah dengan menguatkan koordinasi dengan para menterinya. "Dan setelah reshuffle pertama kemarin, saat ini sudah ada perbaikan. Tidak ada tumpang tindih lagi dengan kebijakan-kebijakan."

Eko juga mengatakan untuk perbaikan ke depannya, tidak menutup kemungkinan Presiden akan kembali merombak kabinet dalam meperingati setahun pemerintahan Jokowi-JK.


Kesimpulan dari kasus ini adalah Jokowi dinilai kurang komunikatif atau gaya berkomunikasinya dinilai kurang baik dalam menangani kasus-kasus negeri ini. Sehingga menimbulkan adanya miss komunikasi antara Presiden Jokowi dengan para menterinya, para pembantunya dan lain sebagainya yang ikut serta dalam menangani kasus-kasus dalam negeri maupun permasalahan pada masyarakat.


Solusi terbaik dalam menangani kasus gaya komunikasi Jokowi yang dinilai kurang ini menurut Eko adalah dengan menguatkan koordinasi dengan para menterinya dan melakukan perombakan kabinet bersamaan dengan memperingati setahun pemerintahan Jokowi-JK




Tidak ada komentar:

Posting Komentar